Generasi penuh emosi?

Selama 23 tahun hidup saya merasa bahwa usia 20 tahun adalah usia paling menantang. Bisa dibilang masa-masa yang paling krusial bagi kehidupan saya. Pada usia tersebut dipenuhi dengan lika-liku, dan masalah seolah dunia ini sangatlah ribet dan bikin pusing. 

Saya yang masih memiliki mental dan cara berfikir seperti anak remaja yang penuh dengan ekspetasi dan bayangan-bayangan indah dipaksa untuk menjadi dewasa.

Karena mungkin kaget kalau ternyata dunia itu tidak sepenuhnya sesuai dengan ekapetasi kita. Dulu nangis kalau harapan yang saya inginkan tidak terwujud, emosi sering kali gampang meluap-luap, gengsi dan ego lebih tinggi dari terbangnya roket ke luar angkasa. 

But ya it was my past. 

Jika seseorang bisa dikatakan sukses karena memiliki mobil, rumah, apartement, liburan tiap bulan ke luar negeri. Saya belum seperti itu. Makan aja kalau lebih dari 50 ribu "bathin" wkwk.

Well, sukses tidak hanya tentang memiliki mobil, rumah, dll. Saya sangat bangga karena sudah bisa (walaupun sesekali gagal) mengalahkan fikiran-fikiran buruk di dalam diri saya, yang selalu membisikan seperti : 
1. Udah nyerah aja ini ga pantes buat lo,
2. Ko lo diem aja sih diginiin? Bales lah! Lebih kejam lagi.

Untuk pertama kalinya saya merasa kan sakit hati. Bukan, bukan karena diputusin pacar atau ditinggal nikah loh yaaa haha.
Tetapi orang yang saya fikir tidak akan membuat saya jatuh justru sebaliknya. Saya masih ingat betul bagaimana sedih nya saat kejadian tesebut diluar ekspetasi saya.

Marah, kecewa, sedih dan bingung menjadi satu. Saya bukanlah orang yang akan membalas dengan amarah atau bahkan melakukan hal yang sama untuk membalas perbuatan tsb. 

3 hari berturut-turut bahkan ketika saya sedang berlibur pun saya masih memikirkan hal itu. Sampai akhirnya saya meluapkan isi hati saya ke mamah saya.  

"Bersyukur, nak. Kalau masalah ini ga ada, fita ga akan ngerti orang tsb sebenernya spt apa". Jawaban inilah yang diberikan oleh mamah saya. 

Tersadar bahwa memang benar, berharap pada apa pun selain Allah itu ngga baik. Fikiran seperti itu bisa jadi serangan buat diri sendiri. 

Karena kejadian itu, sebenernya hidup itu ngga sulit. Kalau kata gita savitri


"The key to live a happy life is to always be grateful and don't forget the magic word: ikhlas, ikhlas, ikhlas."

Komentar

Posting Komentar

Postingan Populer